Sunday, January 9, 2011

mahluk air dalam mitologi jepang

Mahkluk Air dalam Mitologi Jepang

Kita mengetahui putri duyung kebanyakan dari film kartun Little Mermaid dan film-film fantasi lainnya. Di Asia, ternyata juga ada kisah Putri Duyung atau biasa disebut Mermaid atau Siren. Legenda Mermaid ada pada banyak kultur. Di antara neo-Taino di Karibia, mermaid dikenal dengan nama Ayacayia, sebagai Jengu di Kamerun, Merrow di Irlandai dan Skotlandia, Russalkas di Russia dan Ukraina, Oceanids dan Naiads di Yunani, Siren di Yunani dan Filipina, Mami Wata di Afrika. Kisah mermaid juga ada di Arabian Nights.



1.NINGYO


Ada banyak kisah duyung dari Jepang yang berkaitan dengan agama Buddha dan Shinto. Duyung (mermaid) di Jepang disebut Ningyo (manusia-ikan 人魚). Ningyo ada pula yang laki-laki dan ada yang wanita. Mereka dapat hidup baik di air tawar maupun air asin (laut). Mulutnya seperti monyet dengan gigi kecil tajam seperti ikan, sisiknya berwarna emas mengkilap dan suaranya seprti skylark atau seruling. Dikatakan dalam legenda, bahwa dagingnya terasa enak dimakan dan siapapun yang memakannya akan menndapatkan umur yang sangat panjang layaknya hidup abadi. Ningyo shinko (agama mermaid) banyak ditemukan di Jepang. Catatan tertua mengenai duyung (mermaid) ada pada Nihonshoki pada tahun 619 M, masa pemerintahan kaisar Suiko. Menangkap seekor ningyo dianggap dapat medatangkan badai dan kesialan, sehingga para nelayan yang menangkap ningyo, mengembalikannya kemabli ke laut. Ketika ada ningyo yang terdampar di pantai, maka itu adalah tanda-tanda perang atau bencana. Namun tak kurang pula kisah-kisah mengenai duyung yang membantu atau menyelamatkan manusia di Jepang.


2.Shotoku Taishi dan Mermaid


Kisah yang akan kita bahas satu ini berbasis pada legenda kuno 1.400 tahun lalu. Satu kisah yang berasal dari kisah kepercayaan Shinto di Kota Fujinomiya dekat kaki Gunung Fuji, Jepang.

Di salah satu Kuil Shinto di Fujinomiya tersimpan sebuah mumi duyung (mermaid) setinggi 170 cm berusia 1.400 tahun. Ini merupakan salah satu mumi duyung tertua dan terbesar yang kini masih tersimpan di Jepang.

Dari bentuknya mummi duyung berpenampilan menyeramkan, berkepala besar, bundar, dan botak, hanya sejumput rambut yang tumbuh di depan kepala sampai ke hidungnya. Mata dan mulutnya tampak terbuka. Ia memiliki sepasang tangan dengan kuku yang tajam (20 cm).

Setengah tubuh bagian atas menyerupai manusia dan setengah bagian di bawah menyerupai ekor ikan. Namun, struktur tulangnya tidak diketahui pasti bagaimana bentuknya karena belum pernah diteliti.

Legenda mengenai duyung monster ini muncul pada masa Putra Mahkota Jepang Shotoku (Shotoku Taishi) di tahun 574-622 Masehi, seorang Buddhis yang sangat taat dan dianggap beberapa orang sebagai titisan Avalokitesvara. Saat itu Shotoku berjalan melintas tepian Danau Biwa. Saat ia menyepi tiba-tiba muncul sesosok monster dari dalam danau yang berseru pada Shotoku bahwa ia adalah seorang nelayan yang dikutuk menjadi monster duyung bertubuh setengah orang setengah ikan, karena perbuatan di masa lalunya yang sering membunuh hewan untuk disantap.

Ia mengaku baru memahami kekeliruannya dan berharap agar ia menjadi peringatan bagi seluruh manusia agar tidak melakukan pembunuhan terhadap satwa. Pesan ini disampaikan untuk dunia di masa depan. Karena itu monster tersebut minta agar ia (setelah mati nanti) dikeringkan dan ditempatkan disebuah kuil sebagai peringatan bagi umat manusia.

Setelah menyampaikan pesan-pesan itu monster duyung itu kemudian meninggal. Shotoku kemudian merenungkan ucapannya itu dan mengeringkan duyung tersebut menjadi mummi. Sesuai permintaan sang duyung, putra mahkota mendirikan sebuah kuil untuk mummi sang duyung. Kuil yang dimaksud adalah Vihara Kannon Shoji, sebuah vihara yang diperuntukkan bagi Avalokitesvara

Selama 1.400 tahun mummi ini berpindah-pindah tangan sampai akhirnya ditempatkan di Kuil Shinto di Fujinomiya hingga kini. Keberadaan mummi ini dihubungkan dengan kepercayaan yang berpantang membunuh satwa alias hidup ala vegetarian.

3.Happyaku Bikuni (八百比丘尼)/ Shira Bikuni /
Yaobikuni






Cerita kedua adalah mengenai Yaobikuni. Seorang anak perempuan terlahir di sebuah keluarga kaya pada abad ke-7 M dan sangat dikagumi kecantikannya, terutama kulitnya ya seputih dan sehalus salju.

Ayahnya adalah seorang nelayan di propinsi Wakasa. Suatu hari, ayahnya pergi memancing, namun tersapu ke tengah laut. Selama berhari-hari ia berlayar dengan perahu kecilnya dan akhirnya ia menemukan pantai putih di mana terdapat dua orang wanita yang memberinya isyarat.
“Raja kami telah menunggumu. Kami akan memimpin jalan”, salah satu dari mereka berkata. Kemudian mereka membawanya ke istana.

Disambut oleh raja dan ratu, ia dijamu dengan makanan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Ia sangat kelaparan dan tak bisa menolak jamuan makanan tersebut kecuali daging yang berwarna putih dan berlemak. “Apa ini?”, ia bertanya.

“Oh, itu adalah daging mermaid (ningyo)”, sang raja memberitahunya. “Enak dan dapat memberikan kemudaan abadi dan umur panjang. Silakan mencobanya. Namun ia tetap tidak dapat membawa diri untuk mencobanya.

Ketika ia akhirnya meninggalkan istana, sang raja dan ratu memberinya sebuah kotak berisi daging mermaid. Ketika ia kembali ke kotanya, orang-orang sangat gembira melihatnya kemabli. Mereka kemudian mengadakan pesta.

“Aku membawa sesuatu yang baru untuk kalian,” ia berkata pada teman-teman dan keluarganya, menawarkan pada mereka daging mermaid tetapi tidak ada satupun yang menyentuhnya kecuali anak perempuannya, yang mencoba daging tersebut dengan satu gigitan, tanpa diketahui siapapun. Kemudian anaknya pun berumur 16 tahun.

2 tahun kemudian, 10 tahun kemudian, anak perempuan tersebut tidak kelihatan bertambah tua. Ia tetap awet muda dan secantik ketika ia berumur 16 tahun. Orang-orang kemudian heran dengan apa yang terjadi padanya. Ayahnya kemudian sadar bahwa anaknya telah memakan daging mermaid yang ia bawa dari istana.

Semua teman-temannya telah meninggal, namun ia tidak bertambah tua sedikitpun. Sedih akan nasibnya, pada umur 120 tahun ia bertekad untuk menjalani hidup sebagai Bhiksuni. Kemudian ia melakukan perjalanan, menghabiskan 50 tahunnya di sini dan 100 tahunnya di sana sampai akhirnya ia kembali ke rumah pada tahun 1400 M.

Pada saat umurnya mencapai 800 tahun, ia membuat rumah di gua dekat Vihara Kuinji di mana ia menanam bunga camellia putih. Ia berkata pada bunga-bunga tersebut,”Ketika kamu berubah menjadi merah, akhirnya saya akan meninggal.” Ia meninggal di Vihara Kuinji, perfektur Fukui. Dan mulai saat itu ia dipanggil Happyaku Bikuni yang berarti Bhiksuni berumur 800 tahun. Legenda ini kemudian diturunkan dari generasi ke generasi di Obama, Wakasa, perfektur Fukui.

Menurut legenda, Bhiksuni tersebut mengunjungi banyak tempat dan provinsi di Jepang dan ikut dalam berbagai kejadian sejarah. Ia selalu membawa bunga camellia putih. Pada musim panas tahun 1449 Yaobikuni datang ke kota dan medirikan sebuah toko di Aula Jizo di Nishidoin untuk membabarkan Saddharmapundarika Sutra. Saddharmapundarika Sutra adalah sutra yang spesial bagi wanita di Jepang, karena menjanjikan pencerahan bagi kaum wanita. Dalam otogizoshi tahun 1480 berjudul Hitsuketsu no monogatari. Karakter utamanya adalah tanuki (anjing rakun) yang menyamar sebagai manusia. Ia dan teman-temannya menemukan bahwa sekumpulan besar orang sednag berkumpul di Kuil Nishidoin di mana seorang Bhiksuni dari Wakasa sedang berceramah. Bhiksuni tersebut tinggal di Aula Jizo (Ksitigarbha) di Omine. Kemudian Yaobikuni melambaikan tangan pada Tanuki dan dua temannya, mengajak mereka dalam suatu percakapan agama dan bercerita pada mereka tentang asal muasal berbagai profesi, seni dan teknologi. Ia juga bercerita pada Tanuki dan kedua kawannya tentang kisah dirinya. Walaupun ia tampak sebagai nenek berumur 80-90 tahun, namun sebenarnya ia berumur 900 tahun. Yaobikuni berkata bahwa banyak orang memanggilnya sebagai “Happyaku Bikuni-bhiksuni berumur 800 tahun”, namun sebenarnya ia dikenal dengan nama “Shirabikuni - Bhiksuni putih dari Wakasa” dan ia menjadi murid Hotto kokushi ketika ia mengunjungi kuilnya, Yura no tera, pada saat perjalanan menuju Kumano. Banyak orang yang berlomba untuk melihat dirinya.

"She caused quite a stir as people battled to catch a glimpse of her. Travelling with an entourage of some twenty nuns (bhiksuni), she charged admission on a sliding scale with rates of one hundred sen for the rich; ten for the poor."

Versi legenda yang berbeda-beda tetap eksis di 115 kota saat ini. Dalam versi lainnya, seorang nelayan menangkap sendiri ningyo dilaut dan mengundang teman-temannya untuk mencobanya. Namun di antara teman yang diundang, diam-diam melihat ke dapur dan kaget melihat bahwa makanan yang akan disajikan adalah ikan berkepala manusia. Kemudian ia memberitahukan yang lain agar tidak memakan daging tersebut. Setelah nelayan tersebut selesai memasak, teman-temannya diam-diam membungkusnya dalam kertas dan berniat membuangnya dalam perjalanan kembali ke rumah. Namun satu orang laki-laki yang mabuk karena sake, lupa membuang ikan tersebut. Laki-laki tersebut mempunyai seorang anak perempuan. Yang menginginkan hadiah darinya ketika ia pulang. Tanpa sadar ia memberi daging ikan tersebut pada anaknya. Namun setelah itu ia sadar dan berusaha mencegah anaknya untuk makan karena takut anaknya akan keracunan, namun semuanya tsudah terlambat, anaknya telah memakan habis ikan ningyo tersebut. Namun karena tidak terjadi apa-apa pada anaknya, sang ayah membiarkannya. Namun tak disangka, ternyata daging ningyo tersebut membawa dampak umur yang sangat panjang.

Ketika sudah agak dewasa, ia menikah. Orang-orang yang dicintainya termasuk suaminya bertambah tua dan meninggal sedangkan ia tetap muda . Ia menjadi sangat sedih dan heran mengapa hidupnya ini sangat menderita. Kemudian ia pun menjadi Bhiksuni, berharap dapat menghapus karma buruknya dan akhirnya setelah 800 tahun ia meninggal di rumahnya di Wakasa. Cerita tersebut kemudian menyebar ke Hokuriku, Nihonkai dsb.

Cerita Yaobikuni tersebut mengingatkan kita agar kita dapat menjalankan hidup kita yang singkat ini dengan sebaik-baiknya. 


legenda ain


Di Kamboja terdapat legenda mengenai kisah percintaan antara Hanuman dan seorang mermaid bernama Sovann Macha, ratu dari para duyung. Sedangkan di Thailand, kisah mermaid yang saling jatuh cinta dengan manusia dan juga mempunyai anak bernama Sud Sakorn ada dalam cerita epik Phra Abhai Mani yang ditulis Sunthorn Phu, seorang Buddhis yang taat dan pujangga terbaik Thailand. Ia menjalani hidup ke-Bhikkhuan di masa-masa akhir hidupnya di Wat Thepthidaram.



sumber: kaskus

No comments:

Post a Comment